Friday, July 24, 2015

[Cerbung] The Condition EP. 3 By @noeranggadila

weheartit.com
“Bagaimana perkembangannya?” seorang rekan dokter wanita menghampiri Eun Ji saat jam makan siang. Ia duduk berhadapan dengan Eun Ji yang sedang menikmati santap siang di kantin rumah sakit.

“Tidak banyak perubahan, dia masih terlalu tertutup.”
“Kasihan ya dia…”

Eun Ji mengangguk setuju. Sudah sejak seminggu yang lalu setelah memeriksa Seung Jae untuk pertama kalinya, Eun Ji sering sekali teringat akan keadaan pasiennya itu. Perasaan  de javú seperti pernah bertemu berulang kali memenuhi pikirannya. Sayangnya tak ada satu pun ingatan yang dapat membuktikan keraguan itu.

Hari ini Eun Ji pulang lebih cepat dari biasanya, maka ia langsung menuju kamar pasien Seung Jae. “Annyeong haseyo![1]

Seung Jae menoleh sebentar dan kembali menatap lurus ke depan.


“Mengapa kau datang begitu awal?”

Seketika Eun Ji menatap Seung Jae dengan wajah sedikit kaget, ia tak percaya karena pertama kalinya sejak seminggu yang lalu, Seung Jae mengawali pembicaraan. Dengan hati-hati, Eun Ji mendekati Seung Jae. Dan menjelaskan mengapa dia datang lebih awal.

Eun Ji memeriksa catatan kesehatan Seung Jae seperti biasa, memeriksa perkembangan kesehatan Seung Jae. Sudah sejak pertama kali Eun Ji merawat Seung Jae, ia meminta untuk menggantikan tugas perawat yang biasanya menyuapi Seung Jae, jadi setiap jam makan Seung Jae tiba, Eun Ji akan mengunjungi kamar pasiennya itu untuk menyuapi Seung Jae dan memastikan agar Seung Jae meminum obatnya secara rutin. Meskipun kadang Seung Jae menolak untuk disuapi Eun Ji, namun Eun Ji tak gampang menyerah. Setiap kali Seung Jae menolak, Eun Ji akan mengatakan bahwa itu sudah menjadi tugas seorang ‘dokter pribadi’.

Hari itu Seung Jae mendapat sebuah ide, ia menghubungi seorang perawat untuk mengambilkannya sebuah kursi roda dan mengantarnya ke kamar Seung Jae.

Tak berselang lama, kursi roda yang diharapkan datang.

“Agar kau tidak bosan di dalam kamar saja, hari ini aku akan mengajakmu menikmati dunia luar, toh ini masih sore. Jadi kau jangan menolak karena ini perintah dokter.”

Sesuai perkataan Eun Ji, ternyata Seung Jae tidak melakukan penolakan, dia diam saja saat dipapah menuju kursi rodanya.

“Karena aku sedang berbaik hati padamu, kau hanya harus duduk dengan nyaman di kursi roda ini, biar aku yang mendorongnya.”

Sebenarnya Seung Jae masih sanggup berjalan dengan bantuan tongkat jalan, namun Eun Ji menyuruhnya duduk tenang di atas kursi roda. Mereka habiskan jalan-jalan di taman hingga mega menghilang, setelah itu kembali ke ruangan Seung Jae.

“Pasti berat bagimu, harus tinggal di rumah sakit dalam waktu yang tidak sebentar.”

Eun Ji dan Seung Jae berhenti di sebuah kursi taman, Eun Ji membenarkan letak kursi roda Seung Jae menghadap kea rah kolam ikan yang ada di depan mereka. Lalu Eun Ji sendiri duduk di sebuah kursi taman dengan memerhatikan sekitar yang perlahan mulai gelap dan satu persatu lampu-lampu taman dinyalakan.

“Kebanyakan waktumu kau habiskan di dalam kamar saja, duduk termenung di atas ranjang. Mangkanya hari ini aku ajak untuk jalan-jalan di taman.”

Seperti biasa, Seung Jae bergeming.

“Sudah sejak seminggu yang lalu dan kau masih saja bersikap dingin padaku, apakah kau memang orang yang seperti itu? Ah, aigu![2]
“Antarkan aku kembali ke kamar.”

Eun Ji hanya dapat menghembuskan nafas dengan sedikit merasa kesal dan segera membawa kembali Seung Jae ke kamarnya. Ketika ingin memindahkan Seung Jae kembali ke ranjangnya, ia menolak dan meminta untuk tetap di kursi roda dan mendekatkannya dengan jendela.

“Apa yang akan kau lakukan?”
“Aku tidak akan bertindak macam-macam, cepatlah!”

Akhirnya Eun Ji menuruti permintaan Seung Jae. Setelah itu dirinya merebahkan diri duduk di sebuah kursi. Suasana hening kembali terasa. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.

Apa sekarang waktunya untuk menanyakannya lagi? Apa dia akan bercerita kali ini?

Pikiran itulah yang memenuhi pikiran Eun Ji, ada keraguan dalam keinginannya. Namun, ia mengurungkan niatnya itu dan kembali termenung, hingga seorang perawat datang membawakan makan malam dan obat Seung Jae.

“Biarkan aku saja yang menyuapinya,” pinta Eun Ji pada perawat itu. Sang perawat pun langsung keluar dari ruangan itu untuk melanjutkan tugasnya yang lain.

Saat Eun Ji menyuapi Seung Jae, lelaki itu tak menolak. Setelah meminum obat, Eun Jae membantu Seung Jae untuk kembali berbaring di atas ranjangnya. Seperti biasa, ia menyelimuti Seung Jae karena waktunya pulang sudah tiba.

Ketika membereskan barangnya dan hendak pulang, tiba-tiba Seung Jae bertanya, “Kenapa kau ingin merawatku?”

Eun Ji menoleh kearah Seung Jae.

“Karena aku seorang dokter.”

“Kalau itu semua orang pasti mengerti. Maksudku, mengapa kau merawatku layaknya kita sudah mengenal satu sama lain?”

Sekarang gantian, Eun Ji yang bergeming.

“Asal kau tahu, Aku tak butuh dikasihani dan tak ingin dikasihani.”

Anak ini sombong sekali. Eun Ji hanya bisa menghela nafas.

“Sudah jangan banyak tanya, istirahat sana.” Lalu Eun Ji meninggalkan ruangan Seung Jae.

Dalam perjalanan pulang, menggunakan bus kota seperti biasa, ternyata Eun Ji juga memikirkan apa yang ditanyakan Seung Jae tadi, mengapa ia merawat Seung Jae layaknya mereka telah mengenal lama? [ ]




[1] Halo (Informal. Ungkapan tersebut dapat berarti ‘selamat pagi’, ‘selamat siang’, ‘selamat sore’, atau ‘selamat malam’.)
[2] Ya ampun!

0 comments:

Post a Comment

 

Keep Moving! Template by Ipietoon Cute Blog Design