Saturday, August 1, 2015

[Cerbung] The Condition EP. 4 By @noeranggadila

weheartit.com
Hari-hari berikutnya menjadi seorang dokter pribadi sudah benar-benar menjadi kebiasaan bagi Eun Ji. Selelah apapun dirinya, tetap saja menyempatkan untuk menjenguk Seung Jae.

Ketika dirinya melewati kamar pasien Seung Jae, tak sengaja ia melihat beberapa orang penjenguk di dalam kamar tersebut. Sepertinya mereka adalah penjenguk yang lain dan tak bukan merupakan kedua orang tua Seung Jae. Eun Ji memerhatikan sekilas, namun tak dapat dengan benar-benar melihat wajah kedua orang tua Seung Jae. Dari penampilan mereka, terlihat seperti orang-orang pebisnis yang super sibuk, sangat sibuk. Lagi-lagi rasa kasihan terhadap Seung Jae muncul, akhirnya dia segera meninggalkan tempat itu untuk melakukan pemeriksaan pada pasien-pasien lainnya karena ia masih berada dalam jam kerja.

Karena jadwal yang sibuk, terkadang Eun Ji lupa akan jam makannya, itu membuatnya terserang penyakit mag. Untungnya, ia segera membeli obatnya di apotek rumah sakit itu agar dapat segera meredakan penyakitnya saat bekerja.


Eun Ji meletakkan jas dokternya di lemari kerjanya dan membereskan peralatan dokter yang berserakan di meja, serta merapikan barang-barangnya yang lain untuk segera mengunjungi Seung Jae. Namun sebelum itu, terdengar ketukan pintu dan masuklah seorang perawat yang biasa menjadi patnernya dalam bekerja. Perawat itu memberitahukan bahwa Seung Jae sudah tidak lagi dirawat di rumah sakit itu, namun ia memilih untuk menjalani rawat jalan di rumahnya, jadi malam itu Eun Ji harus pergi ke rumah Seung Jae yang masih berada di wilayah Seul. Setelah perawat tersebut memberikan alamat rumah Seung Jae, Eun Ji segera berangkat menggunakan bus umum.

Setelah sampai di sebuah rumah tepatnya di perumahan elit, Seul, Eun Ji dipersilahkan masuk oleh seorang pembantu rumah itu. Seketika ia terpana oleh keadaan yang serba mewah. Setelah dipersilahkan duduk, Eun Ji disuguhi secangkir teh hangat dan beberapa potong kue. Dia menikmati sekali duduk di kursi empuk serta suguhan hidangan yang cukup untuk mengisi perutnya. Setelah itu, seorang pembantu lainnya mengajak untuk pergi ke kamar Seung Jae. Eun Ji sedikit gugup saat memasuki kamar itu, karena menurutnya itu merupakan wilayah pribadi.

Seperti biasa, Seung Jae sedang berbaring di kasurnya yang kelihatan cukup besar dan masih bisa untuk ditempati tiga orang. Pembantu itu hendak membangunkan Seung Jae, namun Eun Ji mencegahnya. Entah mengapa ia merasa senang melihat Seung Jae terlelap begitu damainya.

“Apa dia sudah meminum obatnya?” Eun Ji mendekatkan diri ke kasur Seung Jae.

Pembantu itu mengangguk dan meminta izin untuk keluar dari kamar Seung Jae. Tak lupa pembantu itu memberi salam, dan disambut anggukan oleh Eun Ji. Kini ia duduk di pinggir kasur Seung Jae dan memerhatikan pria yang sedang terlelap itu. Dan pemikiran itu kembali memenuhi otaknya, berpikir pernah menemuinya, tetapi ia tak ingat betul kapan.

“Jangan melihatku seperti itu.”

Eun Ji terperanjat kaget mendengar Seung Jae yang tiba-tiba berbicara seperti itu. Karena reflek dia langsung berdiri dari tempat duduknya semula.

“Tak apa, duduklah di sini.”

Setelah kembali mengatur nafasnya, Eun Ji kembali duduk di samping kasur Seung Jae.

“Mianata[1], aku merepotkanmu. Jujur aku sudah bosan satu bulan berada di rumah sakit. Jadi, aku minta untuk dirawat di rumah saja.”

Eun Ji hanya merespon dengan senyuman.

“Kau tak perlu bingung tentang akomodasi, karena supirku akan mengantarmu pulang pergi nantinya.”
“Gomawo[2], kau tak perlu repot-repot.”
“Anggap saja itu sebagai rasa terimaksihku karena kau ingin merawatku.”

Mungkin angin malam di luar sama dinginnya dengan suhu ruangan di kamar Seung Jae. Eun Ji sampai-sampai memeluk kedua lengannya. Tak disangka Seung Jae menyadari itu.

“Apa suhunya terlalu dingin di sini?”
“Ah, tak apa jika dapat membuatmu tertidur pulas.”

Seung Jae menyunggingkan senyumnya perlahan.

“Kau tahu, aku juga pernah sepertimu dahulu.”

Seung Jae kelihatan kaget mendengar pernyataan Eun Ji barusan, namun ia cepat-cepat menutupinya.

Dengan konyolnya Seung Jae bertanya, “Kau dahulu seorang laki-laki?”

“Bukan itu maksudku! Aku ini dahulunya seorang tunanetra sama sepertimu. Mulai sejak kecil hingga umurku sepuluh tahun dan setelah itu ada seorang malaikat, entah siapa yang dengan rela mendonorkan kedua matanya untukku.”

Eun Ji menceritakan masa lalunya ketika berada di Yeosu, masa kecilnya yang ia habiskan menjadi seorang anak tunanetra. Kedua orang tuanya yang bekerja sebagai nelayan dan masih banyak lagi.

“Dan kau tahu, dulu aku memiliki teman yang sangat baik hati bernama JJ, tapi aku tak tahu siapa nama sebenarnya, ia tak pernah memberitahuku. Namun karena suatu penyakit yang parah, ia harus pindah ke Seul, dan sejak itu aku tak pernah melihatnya lagi. Dan dua tahun kemudian aku  mendapatkan donor mata ini. Andai saja aku tahu siapa pendonor itu, aku akan sangat berterimakasih padanya.”

Seung jae mendengarkan dalam diam dan kaget mendengar apa yang telah dipaparkan oleh Eun Ji. Namun sekali lagi ia berusaha tetap tenang.

“Mungkin itu alasan mengapa aku cepat beradaptasi denganmu. Jika saja ada JJ di sini, dia akan memberi semangat padamu, seperti dia yang selalu memberiku semangat dulu.”

“Apa kau merindukan JJ?” [ ]



[1] Maaf
[2] Terimakasih 

0 comments:

Post a Comment

 

Keep Moving! Template by Ipietoon Cute Blog Design