Monday, January 25, 2016

[Book Review] My Daddy ODHA oleh Dy Lunaly

“What doesn’t kill you make you stonger”

Judul: My Daddy ODHA
No. ISBN: 9786029397321
Penulis: Dy Lunaly
Penerbit: Bentang Belia
Tanggal terbit: Juli – 2012
Cetakan ke: Pertama, 2012
Jumlah Halaman: vi + 138 hlm
Jenis Kover: Soft Cover

Blurb

Aku heran deh sama tingkat kecerdasan teman-teman—kalau bisa dibilang teman sih— sekolahku. Mereka hobi banget membullyku. Ya, ayahku seorang ODHA (Orang dengan HIV AIDS). Itulah alasan kenapa aku selalu diperlakukan berbeda. Sejak SMP, aku mengalaminya. Dan, rupanya ini terus berlanjut hingga aku SMA. Semua orang mengasingkanku, kecuali Rani, sahabatku.

Di tengah perjuanganku menghadapi mereka yang menyebalkan, aku harus rela menerima kenyataan baru. Kak Andre minta putus lalu memacari Rani!

“Tasia itu kuat, sendirian pun pasti akan baik-baik aja.”

Cih! Cowok macam apa yang tega bilang begitu? Sahabatku sendiri juga sangat bodoh. Bisa-bisanya dia tanya padaku, “Kamu nggak apa-apa kalau aku jadian dengan Kak Andre?” Mereka berdua memang sudah sinting! Mana mungkin aku nggak apa-apa?!

Lalu, aku menyadari bahwa situasi ini makin parah. Bahkan, makin lama Rani ikut menjauhiku. Aku benar-benar sendiri sekarang. Rani, Kak Andre, semuanya. Gimana aku bisa melewati semua ini? Aaarrrgh!
------------------------------


Behind the Story

Resensi petama ditahun 2016, yuhuu!

Sebelumnya aku sangat berterimakasih kepada Mba’ Dy Lunaly, penulis novel yang sudah menerbitkan beberapa karyanya dan yang terbaru sekarang adalah My Wedding Dress, terbit tahun 2015 kemarin. Dia telah memberiku kesempatan untuk mengoleksi empat novel karya sebelumnya, yaitu My Daddy ODHA, Remember Dhaka, NY Over heels, dan Pssst! Melalui sebuah giveaway yang dia adakan untuk memperingati hari lahirnya pada 22 Oktober 2015 silam. Jadi, dalam satu hari penuh, Mba’ Dy bekerja sama dengan beberapa teman bloggernya menyelenggarakan kuis-kuis dengan beraneka ragam pertanyaan dan hastag #HBDY. Pada 24 Oktober 2015 diumumkanlah para pemenangnya, ada pemenang dari setiap pertanyaan dan juga pemenang utama, dan alhamdulillah, ternyata aku terpilih menjadi salah satu dari empat pemenang utama. Tanggal 29 Oktober 2015 paket buku dari Mba’ Dy datanggg!!!


Sekali lagi, terimakasih banyak atas kebahagiaan yang telah dibagi denganku, Mba’ Dy! Jangan bosan-bosan ya, hehe.
------------------------------

Review

“Ayah saya orang Rusia, Pak, rambut saya sama dengan rambut beliau.” -hlm. 23

 Tasia, gadis blasteran Rusia-Indonesia yang menetap di Indonesia, sebagai seorang siswi SMA. Dia harus dihadapkan dengan memiliki seorang ayah yang notabenenya adalah pengidap ODHA [Orang dengan HIV AIDS].

“Siapa yang menduga niat baik bisa menghancurkan hidup Papa? Siapa yang bisa menebak masa depan, honey?”-hlm. 98

Karena penyakit yang diderita ayahnya, ia harus menjalani hidup hanya dengan mama, seorang pembantu, dan juga seorang sopir yang selalu mengantarnya sekolah.

“Sekolah, tempat banyak cerita terangkai, dan terkadang aku benci tempat ini.” –hlm. 15

Karena tokoh utama di dalam cerita ini adalah siswi SMA, dengan notabene memiliki seorang ayah ODHA, maka tak heran akan muncul konflik yang disebabkan oleh bullying. Setahuku, kebanyakan cerita yang tokohnya masih bersekolah maka tidak akan lepas dari masalah bullying. Kenapa sekolah menjadi tempat bullying?  Banyak faktor yang dapat menyebabkan tersebut, salah satunya adalah karena rasa dengki atau rasa tersaingi satu sama lain [ilmu dari drakor, hehe].

“Apa mereka berpikir hatiku terbuat dari besi? Apa menurut mereka aku yang terlihat kuat, akan selamanya kuat? Apa aku tidak bisa dan tidak boleh terluka karena apa yang mereka lakukan kepadaku?” –hlm. 72

Selama di sekolah, ia harus berjuang terhadap bullyin yang terus terjadi kepadanya setelah seluruh sekolah tahu bahwa ayahnya pengidap ODHA. Bahkan Rani, sahabatnya mulai SMP juga perlahan menjauhi dirinya.

 “Emosi tidak pernah menyelesaikan masalah, pesan Papa.” –hlm. 27

Ada beberapa bagian yang akan mengajak pembaca ikut terlarut dalam emosi karena aksi-aksi bullying yang terjadi, aku saja sampai gregetan bacanya, hehe. Tetapi sang tokoh utama berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri, sabar.

“Masalahnya, tiap orang selalu pengin terlihat kuat di depan orang lain. Berusaha menutupi semuanya biar dianggap kuat. Padahal itu malah makin menyakitkan.” –hlm. 36

Bagaimana rasanya terasingkan? Menjadi tidak terlihat? Dikucilkan dan tak dianggap? Itulah yang Tasia rasakan, sendiri.

“Jangan takut dan jangan menangis, Tasia! Ingat kata Papa, tangisan tidak berguna, hanya akan menunjukkan kelemahan pada lawan!” –hlm. 48

Sekuat apapun Tasia menahan emosinya, dia hanyalah seorang manusia. Pada suatu hari emosinya tak tertahankan lagi dengan apa yang telah dilakukan teman-teman sekelasnya. Akhirnya dia menyerah, karena semua orang bisa terluka.

“Tapi, terkadang kita harus nunjukkin kalau kita terluka, banyak yang udah ngelupain hal sesederhana itu bahwa semua orang bisa terluka.” –hlm. 75

Namun, di dalam kesedihannya itu, ada Mama yang selalu memberinya semangat, selalu mengingatkannya untuk bahagia.

“Mama tersenyum, kamu tahu, di dunia ini nggak ada yang bisa menggantikan senyuman Mama, selalu menenangkan dan menghadirkan kehangatan yang memberikan rasa nyaman.” –hlm 100

Tasia pun kembali bangkit dan menyelesaikan semuanya.

“Untuk setiap kesulitan yang aku jalani, selalu ada yang membantu mencari penyelesaian.” –hlm. 128

Dalam cerita ini, tidak hanya masalah keluarga dan sekolah, tapi juga dibumbui beberapa tokoh figuran yang berperan dalam masalah asmara Tasia. Memang tidak terlalu dibahas untuk masalah ini, tapi cukup membuat cerita lebih berwarna, meskipun menurutku sedikit absurd [maaf, Mba’ Dy]. Ada beberapa bagian percakapan yang sedikit kaku, mungkin karena ini adalah karya perdana [jadi ingat cerpen pertamaku yang lebih parah dari ini, bahasanya masil alay amit-amit].

Tak ada gading yang tak retak, ada beberapa bagian yang kurang pas, seperti:

“Daaagh, Pak No!” –hlm. 15. Menurutku, kata ‘daaagh’ tidak perlu memakai huruf ‘g’.

“Tasia capek dibully karena alasan yang sama, karena Papa ODHA. Tuhan, AKU CAPEK, MA!” –hlm. 96. Seharusnya kata ‘dibully’ ditulis menjadi ‘dibully’,

Tetapi sejauh ini, aku tidak menemukan adanya salah ketik atau typo.

Overall, untuk karya perdana, ini lumayan bagus! 3 dari 5 bintang untuk My Daddy ODHA. Untuk kamu yang suka karya Mba’ Dy wajib punya yang satu ini, karena selain merupakan novel perdana, melalui novel ini kalian akan tahu perkembangan kemampuan menulis dari Mba’ Dy sendiri, karena aku merasa ada peningkatan yang cukup signifikan untuk karya-karya Mba’ Dy sekarang, contohnya kalau dibandingkan dengan cerpen Mba’ Dy pada #CrazyLove Move On, yang berjudul You After Us, di sana aku dibuat jatuh hati sama ceritanya karena rangkaian kata-katanya sangat menarik!

Dari My Daddy ODHA, diharapkan para good readers menjauhi aksi bullying, jangan jadi pelaku apalagi jadi korban! Because bullying is not change anything.


P.S: Untuk Mba’ Dy, terus semangat nulis, mungkin suatu hari aku bisa jadi salah satu host blogtour untuk novel barunya Mba’ Dy *kedipin mata [hehe]
Terimakasih banyak ^^


Probolinggo, 25 Januari 2016

0 comments:

Post a Comment

 

Keep Moving! Template by Ipietoon Cute Blog Design