(sumber: pinterest)
WARNING!
Ini bakalan panjang banget (mungkin).
Lantas, bila sudah hijrah, menjadi anggota
rohis, aktif ikut kajian, dan menyerukan doktrin “No khalwat until Akad”, diri
ini terbebas dari rasa akan menyukai seseorang yang memang hal tersebut menjadi
fitrah manusia? Tentu saja tidak. Aku hanyalah manusia biasa, seorang gadis
normal yang masih memiliki ketertarikan pada lawan jenis, seperti manusia
normal pada umumnya.
Akhirnya, setelah sekian lama, aku
memutuskan untuk memberanikan diri mengungkapkan hal ini, ya meskipun secara
tidak langsung kepada orang-orang yang bersangkutan.
Here we go...
Pada suatu pagi, tepatnya tanggal 1 Maret
2020 (aku menyempatkan untuk scroll chat dulu) langit sedang cerah-cerahnya,
angin berhembus santai, tidak sedang kuliah dan berada di kamar kost seperti
biasa, aku mengetik sebuah pesan pengakuan sekaligus sebuah tekad bahwa pada
hari itu aku memutuskan untuk menghentikan rasa sukaku pada laki-laki.
Sebentar, maksudnya adalah aku memilih berhenti untuk memikirkan perasaanku dan
fokus pada karir, studiku. Jadi aku masih tetap memiliki rasa ketertarikan pada
lawan jenis hanya saja kali ini aku memilih untuk tidak memedulikan hal tersebut.
Aku kirimkan pesan itu kepada seorang
teman sebagai saksi akan niatku ini.
Jadi sebenarnya, secara garis besar, ada
dua orang laki-laki yang aku sukai, sangat aku sukai, iya maaf kalau aku
kemaruk.
Orang pertama, panggil saja ‘kakel’
adalah kakak kelas satu sekolah, sedangkan satu orang lagi, panggil saja
‘kating’, merupakan kakak tingkat di tempatku kuliah saat ini. Jadi aku jatuh
hati lagi pada orang lain disaat aku sedang jatuh cinta pada orang pertama.
Bingung? Aku harap tidak.
Aku tipe orang yang memendam perasan,
tidak pernah berani mengungkapkan ataupun bicara terus terang. Aku lebih
memilih diam dan memperhatikan dari jauh, cupu memang. Terserahlah kalian ingin
menjulukiku apa. Aku diam karena aku takut ditolak, aku tidak ingin menerima
kenyataan bahwa dunia tidak memihak kepadaku, jadi aku memilih diam.
Mereka memiliki kelebihan dan juga
kelemahannya masing-masing, aku tidak bisa memilih mana yang terbaik diantara
keduanya. Lalu aku berfikir kembali, siapa aku berhak menentukan yang terbaik
di antara keduanya?
Kesalahan pertamaku adalah tidak pernah berani
terus terang, dengan begitu secara tidak langsung aku memilih untuk melukai
diriku sendiri.
Aku akan menceritakan bagaimana bisa aku
jatuh hati pada kakel.
Seperti yang telah aku katakan bahwa dia
adalah kakak kelasku di bangku SMA. Aku tidak tahu kapan tepatnya aku jatuh
hati padanya, tapi aku yakin bahwa dia bukan love at the first sight.
Kesalahan keduaku adalah aku selalu jatuh
hati pada orang-orang yang tergolong dipandang, banyak dikenal orang, dan tentu
saja memiliki banyak fans. Yup, kakel ini termasuk jajaran orang-orang famous
di sekolah.
Kami bertemu karena satu ektrakulikuler.
Tapi sungguh, sebelum bergabung dengan ekstrakulikuler tersebut aku tidak
pernah melihat batang hidungnya bahkan namanya pun aku tidak kenal.
Perlahan aku menghafal hal-hal
disekitarnya, merk sepatunya, helmnya, sepeda motornya, bahkan letak parkir
sepeda motornya pun aku tahu!
Hingga pada suatu hari, hubungan pertemanan
kami menjadi semakin akrab. Terkadang aku masih tidak percaya kami bisa seakrab
ini. Akrab dan dekat dengan orang yang aku sukai, what a life!
Hubungan pertemanan ini semakin akrab hingga
akupun sulit untuk memutuskan apakah sebaiknya aku jujur atau tidak. Bila aku
jujur, apakah setelah mengungkapkannya, pertemanan kita akan tetap baik-baik
saja ataukah sebaliknya?
Tapi bila aku diam saja, maka aku tidak
akan pernah tahu yang sebenarnya.
Akhirnya aku memilih untuk tetap diam.
Bodoh.
Siapa sih aku, berani jatuh hati pada
orang macam dia? Dia terlalu something untuk aku yang nothing, baahhhh.
Tahun berlalu, hingga kami sama-sama
menjadi mahasiswa, akhirnya komunikasi kami tidak sesering dahulu. Tapi hampir
setiap libur semester, kami masih sempat untuk bertemu dan berkumpul bersama
teman-teman yang lain.
Keakraban kami membuatku perlahan
mengerti satu persatu hal tentangnya, termasuk gadis yang dia sukai saat di
sekolah dahulu. Tentunya gadis itu bukan aku hahaha (menangis). Pada titik itu
aku mendapat tamparan keras. Sakit hati? Tentu saja, tapi aku masih bisa
bersikap biasa saja padanya.
Egoku masih mendukung, selama janur
kuning belum melengkung, petrus jakandor, pepet terus jangan kasih kendor!
Apakah sikapku selama ini terlalu terlihat
biasa saja? apakah dia tidak menyadari setiap kali aku salah tingkah hingga
tersipu malu dibuatnya? Hahaha sepertinya tidak, aku kan pandai berpura-pura
sejak lama. Dihadapannya aku bisa bersikap biasa saja padahal kenyataannya
sedang tidak baik-baik saja. oke sepertinya itu keahlian umum yang dimiliki
setiap wanita di dunia ini, bukan?
Dia bilang, banyak gadis yang datang tapi
dia tolak. Hal tersebut tentu karena dia sendiri telah memiliki gadis
impiannya. Gadis tersebut lagi-lagi bukan aku, haha (sobbing).
Oke sampai sini aku masih tetap bisa
bersikap biasa saja di depannya, aku memaklumi akan hal itu.
Sebenernya ini tidak boleh, tapi
terkadang aku merasa sangat rindu serindu-rindunya. Aku tidak merindukannya
sebagai teman, lebih dari itu, dan aku tahu itu tidak seharusnya aku lakukan.
Tapi aku hanya hamba yang lemah, manusia hina jauh dari kesempurnaan.
Dan sakit hatiku yang pertama terjadi
pada suatu hari dimana dia dengan perasaan bahagianya yang meluap-luap
(meskipun lewat chat, tapi aku bisa membayangkan senyumnya mengembang saat
mengetik huruf demi hurufnya) mengungkapkan bahwa dia telah memantapkan diri
dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan seorang gadis
pilihannya itu, dan aku sudah bilang kalau gadis itu tentunya bukan aku.
Ini merupakan pukulan telak bagitu.
Padahal aku telah mengetahui bahwa
dirinya telah jatuh hati pada seorang gadis sudah dari jauh hari sebelum hari
itu. Tapi tetap saja aku masih berharap padanya. Bodoh sangat.
Awalnya pasti kaget
Selanjutnya numb, aku tidak
merasakan apa-apa, aku kira aku masih bisa baik-baik saja tapi aku salah.
Ternyata reaksinya bekerja beberapa saat setelah aku memutuskan untuk menutup
ruang obrolan tersebut.
Aku masih terdiam.
Perlahan, seperti dalam cerita-cerita
novel romance pada umumnya, aku mulai mengerti bagaimana rasanya bila
seketika dunia seperti akan runtuh. Ada yang sakit tapi tak berdarah, dadaku
terasa sesak secara perlahan tapi pasti, seperti kata Via Vallen:
Aku nangis, nganti eluh getih putih
Lanjut, mang~
Meh sambat kaleh sinten
Yen sampun mekaten
Merana uripku (ho a ho eeee)
Ketika temanku yang mengetahui hal itu
bertanya akan keadaanku, aku malah menjawab aku baik-baik saja, aku bisa
baik-baik saja, namun nyatanya hatiku tidak bisa berbohong. Aku tidak sedang
baik-baik saja. Entah dari sekian banyak penolakan, ini terasa yang paling
menyakitkan. Beberapa hari setelahnya, aku jatuh sakit. Sebenarnya aku tidak
tahu pasti hubungan antara patah hati yang kurasakan dengan aku yang tiba-tiba
jatuh sakit karena interval jarak kedua momen tersebut sangat berdekatan.
Apakah itu merupakan sebab-akibat? Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, mungkin
sakit hati itu menjadi salah satu faktor hingga aku harus menjalani masa-masa rawat inap. Poor me.
Pada saat itu aku bisa merasakan rasanya
menjadi orang yang sedang patah hati sepatah-patanya. Tatapan sering kosong,
pikiran kemana-mana, bahkan hanya ingin uring-uringan saja.
Aku terus bertanya-tanya, apakah aku
harus berhenti sampai disini?
Mungkin ini terjadi karena aku sudah
terlampau berlebihan mengharap kepada manusia, akhirnya aku merasakan rasa
sakit yang mendalam.
Untung adanya jarak dan intensitas
komunikasi yang sangat jarang, karena aku mulai berusaha untuk tidak
menghubunginya bila tidak terlalu genting dapat membantu sedikit meredakan rasa
patah hati ini.
Hari berlalu dan aku belajar
mengikhlaskan.
Aku rasa aku sudah bisa pulih kembali
meskipun tidak sepenuhnya, mungkin.
Itu saja ceritaku dengan kakel,
selanjutnya kita beralih kepada orang kedua, kating.
Pertama kali bertemu yaitu saat aku
menjadi mahasiswa baru dan kating adalah salah satu anggota BEM. Aku bertemu
dengannya dalam serangkaian acara ospek.
Lagi dan lagi, kating adalah orang yang
cukup dipandang di fakultasku. Penasaranlah aku, jadi aku memutuskan untuk
mencari tahu lebih dalam siapa sebenarnya kating ini.
Ku akui, dia memiliki pesona yang cukup
membuat para mahasiswa baru klepek-klepek, sungguh.
Perlahan aku mulai ada rasa dengan kating
karena dibuat kagum oleh segambreng kelebihannya. Seperti biasa, aku diam-diam
memperhatikannya dari jauh. Satu tahun pertamaku menjadi mahasiswa, aku hanya dimabuk
oleh pesonanya, terbuailah aku. Tapi memasuki tahun kedua, rumor tentang
kekurangan kating sampai ke telingaku, tapi aku tolak mentah-mentah hal
tersebut karena yang kutahu dia orang yang sempurna dan aku menaruh hati
padanya, dasar bucin!
Kami menjadi akrab kira-kira mungkin
mulai akhir tahun keduaku, maaf bagian ini aku lupa.
Biasanya ketika aku chat dia, membutuhkan
waktu yang cukup bahkan sangat lama untuk membalas chat dariku, tapi suatu hari
obrolan kami menjadi lebih lama, yang awalnya membahas hal penting hingga akhirnya
sampai kepada obrolan ngalur-ngidul. Ada apa ini? Apa artinya ini?
Berspekulasilah aku, apakah kating juga
...
Ah, sepertinya tidak seperti itu. Mungkin
aku saja yang telalu berharap.
Kami semakin akrab, hingga sering
bertukar candaan.
Sampai sini, apakah artinya rasaku
berbalas?
Pada masa ini, terkadang pikiran tentang
kakel berkelebat diingatanku. Tapi aku tepis karena sekarang aku sedang jatuh
hati pada orang baru.
Ternyata menghapus memori tentang kakel
tidak segampang yang aku pikirkan.
Tapi hei, kakel telah menemukan kebahagianya.
Jadi aku harus menemukan kebahagiaku sendiri.
Aku seperti yakin bahwa kating adalah orang
yang tepat bagiku. Hingga suatu malam ketika aku masih berada di kampus ada
seorang teman gadis yang mengajakku untuk mendengarkan curhatannya.
Seketika aku dibuat terkejut ketika dia
mulai bercerita dan menyebutkan satu sama yang sangat-sangat aku kenal, kating.
Dia bercerita bahwa kating selama ini berusaha untuk mendekatinya. Ya, aku
tidak salah dengar. Kating berusaha mendekati temanku itu.
Tentu saja aku kaget, tapi aku berusaha
sekuat tenaga untuk menyembunyikan hal tersebut. Pikiranku serasa berhenti,
semuanya menjadi berantakan. Aku menahan diriku sekuat tenaga dan mendengarkan
curhatan temanku itu hingga selesai.
Ketika aku sampai di kost barulah aku
berusaha mencerna ulang semua isi curhatan temanku itu. Jadi selama ini aku
sudah salah mengira? Jadi selama ini akulah yang terlalu percaya diri.
Lalu apa maksud bercandaan yang sering ia
lontarkan kepadaku, tentang perhatiannya, tentang apapun itu yang berhasil
membuatku merasa satu-satunya?
Jadi selama ini aku telah dibutakan oleh
cinta, tidak melihat keadaan sekitar bahwa yang aku ketahui selama ini hanyalah
semu?
Inilah patah hatiku yang kedua kalinya.
Patah hati karena merasa dikhianati. Patah hati karena kebodohan diri sendiri.
Oh tidak, lagi-lagi aku berharap kepada
manusia secara berlebihan.
Sejak saat itu, aku sudahi rasa yang
ternyata halusinasiku semata.
Kalau dipikir-pikir lagi, aku selalu
mendapati cintaku tak berbalas. Sakit memang tapi dengan begitu aku bisa
melindungiku dari kata ‘pacaran’ dan aku sangat bersyukur akan hal itu.
Sepertinya aku harus menyudahi hal-hal
yang hanya membuat sakit hati ini saja. umurku terus bertambah, ada banyak hal
yang bisa diprioritaskan selain permasalahan hati. Lebih baik aku fokus akan
studiku dahulu, meraih mimpi-mimpi yang sudah aku gantung di langit. Fokus
membuat diriku ini berhak bahagia.
Maka dari itu, pada Ahad 1 Maret 2020,
aku memutuskan untuk move on dari one side love yang sangat
menguras hati itu. Aku serahkan semuanya pada pilihan Sang Pencipta karena pada
akhirnya aku hanya bisa untuk berusaha memperbaiki diri demi menjadi lebih
pantas untukmu, siapapun kamu yang kelak menjadi pendamping hidupku. Namun bila
pada akhirnya aku tidak berhasil mendapatkanmu, setidaknya aku berhasil
mendapatkan diriku yang lebih baik dari sebelumnya.
Probolinggo, 11 April 2020
Masih dalam kemelut pandemi Covid19
0 comments:
Post a Comment