weheartit.com |
“Bagaimana
perkembangannya?” seorang rekan dokter wanita menghampiri Eun Ji saat jam makan
siang. Ia duduk berhadapan dengan Eun Ji yang sedang menikmati santap siang di
kantin rumah sakit.
“Tidak banyak perubahan,
dia masih terlalu tertutup.”
“Kasihan ya
dia…”
Eun Ji
mengangguk setuju. Sudah sejak seminggu yang lalu setelah memeriksa Seung Jae
untuk pertama kalinya, Eun Ji sering sekali teringat akan keadaan pasiennya
itu. Perasaan de javú seperti
pernah bertemu berulang kali memenuhi pikirannya. Sayangnya tak ada satu pun
ingatan yang dapat membuktikan keraguan itu.
Hari ini Eun Ji
pulang lebih cepat dari biasanya, maka ia langsung menuju kamar pasien Seung
Jae. “Annyeong haseyo![1]”
Seung Jae
menoleh sebentar dan kembali menatap lurus ke depan.
“Mengapa kau
datang begitu awal?”
Seketika Eun Ji
menatap Seung Jae dengan wajah sedikit kaget, ia tak percaya karena pertama
kalinya sejak seminggu yang lalu, Seung Jae mengawali pembicaraan. Dengan
hati-hati, Eun Ji mendekati Seung Jae. Dan menjelaskan mengapa dia datang lebih
awal.
Eun Ji
memeriksa catatan kesehatan Seung Jae seperti biasa, memeriksa perkembangan
kesehatan Seung Jae. Sudah sejak pertama kali Eun Ji merawat Seung Jae, ia
meminta untuk menggantikan tugas perawat yang biasanya menyuapi Seung Jae, jadi
setiap jam makan Seung Jae tiba, Eun Ji akan mengunjungi kamar pasiennya itu
untuk menyuapi Seung Jae dan memastikan agar Seung Jae meminum obatnya secara
rutin. Meskipun kadang Seung Jae menolak untuk disuapi Eun Ji, namun Eun Ji tak
gampang menyerah. Setiap kali Seung Jae menolak, Eun Ji akan mengatakan bahwa
itu sudah menjadi tugas seorang ‘dokter pribadi’.
Hari itu Seung
Jae mendapat sebuah ide, ia menghubungi seorang perawat untuk mengambilkannya
sebuah kursi roda dan mengantarnya ke kamar Seung Jae.
Tak berselang
lama, kursi roda yang diharapkan datang.
“Agar kau tidak
bosan di dalam kamar saja, hari ini aku akan mengajakmu menikmati dunia luar, toh
ini masih sore. Jadi kau jangan menolak karena ini perintah dokter.”
Sesuai perkataan
Eun Ji, ternyata Seung Jae tidak melakukan penolakan, dia diam saja saat
dipapah menuju kursi rodanya.
“Karena aku
sedang berbaik hati padamu, kau hanya harus duduk dengan nyaman di kursi roda
ini, biar aku yang mendorongnya.”
Sebenarnya
Seung Jae masih sanggup berjalan dengan bantuan tongkat jalan, namun Eun Ji
menyuruhnya duduk tenang di atas kursi roda. Mereka habiskan jalan-jalan di
taman hingga mega menghilang, setelah itu kembali ke ruangan Seung Jae.
“Pasti berat
bagimu, harus tinggal di rumah sakit dalam waktu yang tidak sebentar.”
Eun Ji dan
Seung Jae berhenti di sebuah kursi taman, Eun Ji membenarkan letak kursi roda
Seung Jae menghadap kea rah kolam ikan yang ada di depan mereka. Lalu Eun Ji
sendiri duduk di sebuah kursi taman dengan memerhatikan sekitar yang perlahan
mulai gelap dan satu persatu lampu-lampu taman dinyalakan.
“Kebanyakan
waktumu kau habiskan di dalam kamar saja, duduk termenung di atas ranjang.
Mangkanya hari ini aku ajak untuk jalan-jalan di taman.”
Seperti biasa,
Seung Jae bergeming.
“Sudah sejak
seminggu yang lalu dan kau masih saja bersikap dingin padaku, apakah kau memang
orang yang seperti itu? Ah, aigu![2]”
“Antarkan aku
kembali ke kamar.”
Eun Ji hanya
dapat menghembuskan nafas dengan sedikit merasa kesal dan segera membawa
kembali Seung Jae ke kamarnya. Ketika ingin memindahkan Seung Jae kembali ke
ranjangnya, ia menolak dan meminta untuk tetap di kursi roda dan mendekatkannya
dengan jendela.
“Apa yang akan
kau lakukan?”
“Aku tidak akan
bertindak macam-macam, cepatlah!”
Akhirnya Eun Ji
menuruti permintaan Seung Jae. Setelah itu dirinya merebahkan diri duduk di
sebuah kursi. Suasana hening kembali terasa. Mereka berdua sibuk dengan pikiran
masing-masing.
Apa
sekarang waktunya untuk menanyakannya lagi? Apa dia akan bercerita kali ini?
Pikiran itulah yang
memenuhi pikiran Eun Ji, ada keraguan dalam keinginannya. Namun, ia
mengurungkan niatnya itu dan kembali termenung, hingga seorang perawat datang
membawakan makan malam dan obat Seung Jae.
“Biarkan aku
saja yang menyuapinya,” pinta Eun Ji pada perawat itu. Sang perawat pun
langsung keluar dari ruangan itu untuk melanjutkan tugasnya yang lain.
Saat Eun Ji
menyuapi Seung Jae, lelaki itu tak menolak. Setelah meminum obat, Eun Jae
membantu Seung Jae untuk kembali berbaring di atas ranjangnya. Seperti biasa,
ia menyelimuti Seung Jae karena waktunya pulang sudah tiba.
Ketika membereskan
barangnya dan hendak pulang, tiba-tiba Seung Jae bertanya, “Kenapa kau ingin
merawatku?”
Eun Ji menoleh
kearah Seung Jae.
“Karena aku
seorang dokter.”
“Kalau itu
semua orang pasti mengerti. Maksudku, mengapa kau merawatku layaknya kita sudah
mengenal satu sama lain?”
Sekarang gantian,
Eun Ji yang bergeming.
“Asal kau tahu,
Aku tak butuh dikasihani dan tak ingin dikasihani.”
Anak
ini sombong sekali. Eun Ji hanya
bisa menghela nafas.
“Sudah jangan
banyak tanya, istirahat sana.” Lalu Eun Ji meninggalkan ruangan Seung Jae.
Dalam
perjalanan pulang, menggunakan bus kota seperti biasa, ternyata Eun Ji juga
memikirkan apa yang ditanyakan Seung Jae tadi, mengapa ia merawat Seung Jae
layaknya mereka telah mengenal lama? [ ]
0 comments:
Post a Comment