Judul Buku : The Wind Leading to Love
Penulis : Ibuki Yuki
Penerbit : Haru
Tebal : 342 Halaman
Terbit : Maret 2015
Cover : Soft
Cover
ISBN : 9786027742475
Blurb:
Rasa
sakit itu merupakan bukti kalau kita masih hidup.
Suga
Tetsuji depresi. Menuruti saran dokter, dia mengasingkan diri di sebuah kota
pesisir, di sebuah rumah peninggalan ibunya. Namun, yang menantinya bukanlah
ketenangan, tapi seorang wanita yang banyak omong dan suka ikut campur bernama
Fukui Kimiko.
Fukui
Kimiko kehilangan anak dan suaminya, dan menyalahkan dirinya sendiri sebagai
penyebab kematian mereka berdua. Dia menganggap dirinya tidak pantas untuk
berbahagia.
Setelah
menyelamatkan Tetsuji yang nyaris tenggelam, Kimiko menawarkan bantuan pada
pria itu untuk membereskan rumah peninggalan ibunya agar layak jual. Sebagai
gantinya, wanita itu meminta Tetsuji mengajarinya musik klasik, dunia yang
disukai anaknya.
Mereka
berdua semakin dekat, tapi….
------------------------------
Review:
Ini
merupakan novel pertamaku dari Penerbit Haru dan aku mendapatkannya dengan
cuma-cuma! [gegara ikutan giveaway] lagi-lagi ini adalah novel pertama! Novel
pertama terjemahan dari Jepang.
Namun, ini bukan merupakan buku Penerbit Haru pertama yang kubaca, ada satu buku
sebelumnya yang pernah aku baca, tapi itu bukan milikku. Selain harganya yang lumayan [mahal, hehe],
toko buku di kotaku tidak menyediakan stok buku-buku Penerbit Haru. Mungkin itu
dapat menjadi alasan mengapa novel ini merupakan novel Penerbit Haru-ku yang
pertama.
Dilihat
dari kovernya, aku suka karena kelihatan klasik dan simpel, tapi menarik. Masih
dari kovernya, pembaca akan diajak menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi
dalam cerita, karena objek-objek dalam kover sangat turut andil dalam
pembentukan cerita dalam novel The Wind Leading to Love ini.
Aku
gak pernah menebak kalau bukunya akan lebih tebal dari perkiraanku, dan setelah
aku buka segelnya serta mulai membuka halaman demi halaman, aku lagi-lagi
dibuat kaget karena ukuran margin dan font-nya di luar perkiraanku [lagi!].
Ternyata ukuran margin dan font-nya lebih kecil dari novel pada umumnya.
Sempat
ada rasa malas di awal-awal ingin membaca novel ini karena ukuran-ukuran tadi
[hehe]. Tapi akhirnya aku bisa menamatkannya.
Rasa
penasaranku terbayar lunas setelah membaca buku ini secara keseluruhan, karena
awalnya sudah dibuat penasaran sama blurb-blurb dan ‘sedikit’ spoiler
dari beberapa host blogtour giveaway ini.
Jadi,
novel ini bercerita tentang dua orang dewasa [Kimiko dan Tetsuji] yang
masing-masing telah menikah, bertemu karena ketidaksengajaan. Itulah awal dari
pertemuan mereka yang akhirnya membuat keduanya terus bertemu. Karena memang
mereka memiliki urusan pribadi masing-masing, di tengah jalan mereka harus berpisah,
meskipun sebenarnya keduanya sama-sama tidak menginginkan hal itu.
Hasil
terjemahannya tidak kaku, sangat membuat pembaca nyaman untuk larut dalam
cerita. Namun ada beberapa bagian yang terkesan lamban dan dapat membuat
pembaca bosan. Tapi, entah mengapa penulis memiliki cara untuk memikat pembaca
agar meneruskan bacaannya hingga selesai [saya korbannya]. Ada beberapa bagian
juga yang berhasil membuat pembaca menguras emosi karena saking apiknya penulis
menyampaikan cerita.
Karena
ini novel ber-genre young adult, ada beberapa bagian yang memang
benar-benar young adult, jadi aku sarankan pembaca novel ini juga haus berstatus
young adult.
Sudut
pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Melalui
sudut pandang tersebut, panulis memiliki keleluasaan dalam pendeskripsian.
Deskripsinya tidak terlalu bertele-tele, namun ada yang susah saya mengerti
maksudnya.
Tak
ada gading yang tak patah, ada beberapa kesalahan yang saya temukan seperti
kesalahan dalam mengetik,
“Mellihat
wajah tak berdosa itu…” –hal. 156 [Seharusnya tidak dobel ‘l’]
“Sedih
juga ya, tidak tahu apa-apa itu.” –hal. 161 [Seharusnya “… tidak tahu
apa-apa tentang hal itu.” Atau sejenisnya]
“…
dengan kendaraan serbahitam…” –hal. 237 [Seharusnya “serba hitam”]
Overall,
ending-nya gak terduga olehku! Karena sempat dibuat ‘baper’ pada
akhir-akhir cerita dan sempat memunculkan kesan “Masa sih nanti endingnya
begini…”
Tiga
dari lima bintang untuk The Wind Leading to Love.
Kemelut
masa lalu yang dibawa hingga kini, berhasil dikemas rapi oleh Ibuki Yuki dalam
The Wind Leading to Love.
“Rasa sakit itu merupakan bukti kalau kita masih hidup.” –hal. 29
-Probolinggo,
27 Februari 2016
0 comments:
Post a Comment