Judul: London: Angel
Penulis : Windry
Ramadhina
Penerbit: Gagas Media
Cetakan: Cetakan pertama, 2013
Tebal: x+ 330 halaman
ISBN: 979-780-653-7
------------------------------
Blurb
Pembaca Tersayang,
Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel Orange, Memori, dan Montase mengajak kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tidak semudah itu menyatakan cinta. Kota London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemukannya. Apakah perjalanannya ini sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita.
Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta menyelusup.
Enjoy the journey,
Editor
------------------------------
London, novel pertama yang aku punya karya Mba’ Windry Ramadhina, sekaligus novel kedua dari penerbit Gagas Media yang aku miliki! Karena sebelumnya aku sudah punya Melbourne.
London merupakan salah satu novel dari seri STPC [Setiap Tempat Punya Cerita] yang berhasil menarik perhatianku pertamakali dari semua novel seri STPC! Tapi ternyata saat aku mengunjungi toko buku Pustaka 2000 di kotaku [Sayangnya sekarang sudah digantikan dengan toko sepatu atau baju? entahlah] tidak ada London di rak bukunya, singkat cerita aku beli Melbourne.
So, how I got it?
Pada kala itu, aku masih duduk di kelas IX aka tingkat ketiga di Sekolah Menengah Pertama, beberapa bulan setelah UN terlaksana, aku dan beberapa temanku berencana berlibur ke Malang, dan salah satu destinasinya adalah toko buku, of course!
Kami berkunjung ke Gramedia yang berada di MATOS [Malang Town Square, sebuah pusat perbelanjaan] dan tidak disangkan, I found you, London!
Jadilah akhirnya aku bisa punya kamu, iya kamu, London!
Sebenarnya, ini adalah kali kedua aku baca London, karena sebelumnya sudah pernah kubaca tapi belum aku resensi, so it is re-read.
------------------------------
Review
Yang pertama adalah judulnya dan yang kedua adalah tampilan kovernya, it’s pretty cute! Dengan warna merah– aku menyebutnya merah tua, atau bisa dibilang merah darah atau terserahlah. Yang jelas warna merahnya mewakili kotak telepon umum dan bus tingkat khas tempat tinggal Sherlock Holmes, London. Simpel dan elegan– menurutku. Ditambah dengan judul yang hanya menggunakan satu kata saja, ‘London’ sangat-sangat menarik perhatian para good readers!
London, satu kata penuh makna [asihhh]
Gak hanya kover, tapi juga pembatas bukunya yang super unyu, bentuknya tetap persegi panjang seperti pembatas buku pada umumnya, namun karena perpaduan warna merah dan kuning sebagai background pada masing-masing sisi inilah yang aku sebut ‘unyu’ [menurutku sih].
Penampakan dari salah satu sisi pembatas London. sumber |
Pada dasarnya, aku suka novel tentang travelling, karena setiap bacanya selalu berasa diajak jalan-jalan ke tempat-tempat keren dan bahkan belum pernah aku tahu sebelumnya. Dan London adalah salah satunya!
Novel seri STPC ternyata unyu-unyu, unik juga mengangkat nama sebuah kota untuk judul novelnya, keren!
------------------------------
“Untuk para pecinta hujan.”
“Kota ini telah mengikis habis harapanku lewat hujan yang turun hampir setiap waktu” –hlm. 4
London saat hujan bagaimana keadaannya? Di novel ini para good readers bakal diajak jalan-jalan sambil berhujan-hujan, lebih tepatnya menikmati hujan di kota London. So, untuk para pecinta hujan, this is all for you.
“Aku akan mengejar Ning ke London!” –hlm. 8
Gilang, sang tokoh utama akhirnya memutuskan untuk mengejar cintanya ke London, tempat Ning berada. Ia merupakan seorang penulis dan bekerja sebagai editor di penerbit buku sastra.
“Kenyataannya, aku punya sedikit masalah dalam berkonsentrasi.” –hlm. 10
Konsentrasi, yang mengyebabkan dirinya masih bertahan dalam penggarapan novelnya yang pertama, masih sampai bab keduabelas. Ngomong-ngomong tentang konsentrasi, aku juga punya masalah dalam hal tersebut.
Karena tokoh utama merupakan penulis novel, dideskripsikan ia banyak tahu tentang sastrawan Inggris, seperti Charles Dickens, William Shakespeare, Julius Caesar, dan masih banyak lagi [yang aku gak ngerti]. Dan juga senang sekali mengibaratkan orang seperti tokoh-tokoh dalam film sastra atau cerita sastra Inggris zaman dahulu.
“Aku dan Ning seperti Billy Crystal dan Meg Ryan dalam film drama romantis lama When Harry Met Sally.” –hlm. 19
Ning, sahabat Gilang sekaligus orang yang dicintai Gilang. Setelah lulus kuliah, dia meneruskan kariernya di London, meninggalkan Jakarta, meninggalkan keluarga, meninggalkan Gilang.
“Seperti biasa, Ning membuat kaki dan tanganku lemas. Gadis itu benar-benar menawan. Matanya berani, mutiara hitam yang mengilat. Bibirnya menggemaskan, mungil berwarna dadu agak jingga.” –hlm. 13
“Suaranya cempreng, tetapi itu cempreng yang merdu–setidaknya, bagiku.” –hlm. 14
Begitulah Gilang mendeskripsikan Ning, yang ia sebut ‘Gadisku’.
“Yang benar, kau di sisiku selama sepuluh tahun. Hampir empat tahun kau meninggalkanku, ingat? Kau ke London, apa kau lupa?” –hlm. 14
Bersahabat selama sepuluh tahun, apakah mereka bisa murni hanya bersahabat? Bukankah ada yang mengatakan bahwa ‘wanita dan pria tidak akan pernah berteman’. Apalagi Gilang dan Ning merupakan sahabat dekat [banget].
“Aku tahu hampir semua hal yang dia lakukan di kamarnya.” –hlm. 18
Namun setelah sekian lama bersahabat, salah satu diantara mereka, Gilang, akhirnya menganggap hubungan itu lebih dari sahabat, meskipun Gilang terlambat menyadarinya. Ia pun terus menyangkal perasaannya itu.
“Memangnya kau bisa jatuh cinta kepada seseorang yang sudah kau kenal selama delapan tahun?” –hlm 19.
Namun, karena terus menjadi bahan bulan-bulanan teman-temannya, Gilang akhirnya memutuskan untuk menyatakan cintanya, dan menyusul Ning ke London.
“Lagian, gadis mana yang tidak luluh hatinya saat didatangi oleh lelaki yang menempuh ribuan kilometer Cuma untuk mengatakan cinta?” –hlm. 27
------------------------------
Sepanjang cerita yang disajikan, deskripsi yang dijabarkan tidak membosankan dan cukup menarik. Meskipun terkadang aku kebingungan membayangkan apa yang dideskripsikan Gilang tentang sesuatu yang berkaitan dengan tokoh-tokoh dalam film roman Inggris pada zaman dahulu.
Meskipun Gilang menyukai sastra, kutipan yang ada di buku ini tak sebanyak yang aku bayangkan.
"Semanis apapun awalnya, cinta hanya meninggalkan luka. Ilusi, itulah cinta. Ilusi yang membutakan mata." -hlm. 132
"Ada belati di balik senyum lelaki." -hlm. 192
"Tidak semua niat tersembunyi itu buruk." -hlm. 193
"Perempuan. Mereka masalah paling memusingkan." -hlm. 205
"Manusia adalah makhluk dengan nalar dan emosi yang jauh lebih besar." -hlm. 292
"Kau tidak belajar mencintai. Kau mencintai dengan sendirinya." -hlm. 297
"Tak ada yang terenggut. Setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri. Kau hanya belum menemukannya." -hlm. 320
Menurutku, tokoh Gilang itu kurang teguh pendirian, karena seringkali ia goyah akan harapannya untuk mengejar Ning ke London. terkadang juga ia adalah tokoh terlalu ceroboh.
"Jangan habiskan separuh hidupmu untuk menunggu waktu yang tepat." -hlm. 166
Kisah perjalanannya sampai di London baik-baik saja, namun cara menyatakan cinta kepada Ninglah yang tak segampang yang ia pikirkan. Banyak hal menarik yang terjadi selama ia berada di London, seperti cerita tentang gadis yang selalu datang saat hujan turun dan menghilang saat hujan berhenti, pertemuan-pertemuannya dengan orang Indonesia yang juga berada di London, Ed, pelayan yang bekerja di penginapannya selama di London, dan yang tak kalah menarik adalah peran pemain figuran lainnya, Madam Ellis dan Mister Lowesley. Kedua tokoh tersebut cukup ambil bagian dalam menghidupkan cerita. Kisah dari kedua orang inilah yang nantinya menginspirasi usaha Gilang mengejar cinta Ning.
Satu hal lagi yang aku suka adalah ketika Gilang memasuki toko buku Dickens and More, toko buku milik Mister Lowsley. Koleksi buku-buku lama, langka, dan tertimbun berbulan bahkan menahun, serta aroma buku-buku tua yang selalu Gilang sukai dan saya kagumi.
"Di dunia nyata, tidak semua berakhir bahagia selama-lamanya." -hlm. 132
------------------------------
Overall, aku belum menemukan typo atau kesalahan yang berarti, ceritanya cukup menarik, apalagi aku bacanya [reread] ketika turun hujan, berasa nyemplung dan tenggelam dalam ceritanya.
Tapi aku sarankan novel ini untuk good readers yang telah memiliki KTP, secara novel ini tergolong genre Young Adult.
0 comments:
Post a Comment