Teruntuk engkau, jiwa-jiwa yang selalu aku rindukan
hidupku dan matiku
17 tahun bersama dan inshaallah akan selalu bersama, aamiin.
hidupku dan matiku
17 tahun bersama dan inshaallah akan selalu bersama, aamiin.
Sudah sejak lama
engkau merangkulku, memberikan kehangatan, dan mengusahakan segala hal demi
untuk kebahagianku, memenuhi permintaanku, 17 tahun lamanya. Dan kini, anakmu
telah tumbuh menjadi seorang remaja yang sedang menjalani masa pencarian jati
diri, mulai mengenal banyak hal, bermacam-macam bentuk dan rupa. Banyak cerita
yang sebenarnya aku ingin bagi, tapi sayang kesempatan selalu kalah dengan
keegoisan anakmu yang mulai sibuk dengan dunianya sendiri, hingga akhirnya ia
menjadi seorang introvert, orang asing di dalam rumah beserta keluarga yang
telah setia bersama selama 17 tahun.
Dan hari itu
datang, dimana ia ada jika membutuhkan lalu menghilang jika dibutuhkan, miris,
tragis memang. Tapi sungguh, dari hati yang paling dalam, ia tak bermaksud
sedikitpun mengecewakan bahkan membuatmu menitikkan air mata, sekalipun tak
pernah. Dan sekali lagi egolah yang berkuasa, berulang kali ia melakukan
kesalahan, dan meminta maaf, namun akhirnya kesalahan itu terus berulang dan
berulang. Aku tahu, engkau tak pernah menuntut kembali pemberianmu selama 17
tahun, karena sesungguhnya engkau hanya ingin melihat kebahagiaan hakiki pada
anak-anakmu kelak, tak terkecuali aku. Berulang kali engkau mengingatkanku, tak
pernah bosan tapi mungkin hanya sedikit lelah karena aku yang tak kunjung
mengindahkannya dan juga karena hari-harimu semakin menua.
Aku egois. Aku
sombong. Aku lupa, lupa jika tak ada seorang pun yang dapat menentukan, hanya
berharap umur dapat terus berjalan. Aku pun sama, terus dan selalu berharap
dalam setiap lantunan doaku agar engkau dapat aku temani hingga akhir hanyatku,
membuatmu merasakan kebahagiaanku, meskipun tak akan pernah bisa diriku menebus
semuanya.
Kadang aku marah,
aku murka pada diriku sendiri ketika teringat kembali waktu engkau terkulai
lemas tak berdaya hanya ditemani infus dan aroma obat dimana-mana, dimana aku
saat itu? Saat engkau benar-benar membutuhkan sosok seorang anak yang merawat
orangtuanya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Aku terlalu sibuk, bahkan
aku lupa ada yang harus lebih dipentingkan daripada kesibukan duniaku itu, aku
menyesal, sangat menyesal.
Aku tahu, tak akan
pernah cukup permintaan maaf dariku meskipun aku mngucapkannya seumur hidupku,
aku hanya bisa memberikan beribu doa untuk mu, dan selalu mengusahakan
membuatmu tersenyum, walau sekarang aku tak dapat menjajikan kapan, tapi aku
akan berusa sekuat tenaga selalu mengusahakan yang terbaik untukmu, membuatmu
kembali tersenyum dalam kehangatan dan kelembutan, dan kita bisa kembali
menjadi sebuah keluarga yang harmonis di dunia maupun di jannah-Nya, aamiin.
Probolinggo, 28
Oktober 2015.
0 comments:
Post a Comment