Source here, edited by me |
“Orang yang paling mudah menyakiti adalah orang yang paling kita sayangi, ‘cause this is love.”
Perlahan matahari mulai tenggelam bersama semua kisah
di hari terangnya, berganti kisah baru dengan ditemani sang bulan. Perlahan pula
namun pasti, mungkin kisah itu juga akan tenggelam bersama matahari, aku harap
begitu. Tenggelam, terbuang, dan hilang. Hilang tanpa jejak bak penculikan
Marsinah. Terhapus oleh waktu tanpa tercatat sejarah.
Dunia belum kiamat,
tapi seketika hatiku serasa bagai digoncang gempa berkekuatan sembilan skala richter,
atau mungkin sepuluh? ah aku tak peduli, yang jelas keretakannya seperti
menghancur leburkan seluruh isinya tanpa belas kasihan, mengobrak-abrik
seluruhnya hingga tinggal puing-puing, puing-puing kenangan tak berguna, bak
sampah!
Benda persegi berwarna putih bersih dengan hiasan
pita kuning dan sebuah pin ditengahnya itu masih tinggal di tempat yang sama
seperti pertama kali aku menemukannya, yang kini tergeletak bertumpuk
butir-butir debu. Apa itu penyebabnya? Apa benda itu tersangkanya? Tidak, benda
itu hanya sebuah barang bukti, kaulah pelakunya.
Kau seperti hendak berkata, “Ayo bermain peran”. Bak peluru
seorang sniper yang mengenai
target tepat sasaran. Aku adalah sasarannya, dan kau sebagai seorang sniper
ulung dengan undangan ini sebagai pelurumu. Aku tumbang dan kau menang.
Seketika aku ingat percakapan kecil kita dikala senja
sebelum mesin bersayap membawamu terbang.
“Hey, masa kecilku!” itulah sebutanmu untukku
karena kita telah berteman sejak lahir. Kau masih saja mencoba tegar dengan
menyunggingkan senyum di wajahmu.
“Jangan khawatir, jangan sedih. Aku mohon diri dan
kelak pasti kembali, aku janji.”
Janji itu, ingatkah kau?
Delapan tahun kemudian, kau tepati janjimu untuk
kembali, aku senang. Aku bahagia untuk kedatanganmu, tapi tidak dengan
keputusanmu. Delapan tahun berlalu dan itu cukup membuatmu berubah, kau hanya
kenal aku dan kamu, bukan kita. Kau hanya ingat bahwa kita pernah berteman,
teman masa lalu bukan teman masa kecilmu.
Iman kita beda,
kau bukanlah kau yang dahulu, kau telah berubah. Dan aku akhirnya sadar, hanya
Dialah sang pemilik hati, sang pembolak-balik hati. Mulai saat ini, aku
serahkan semuanya, aku pasrahkan pada-Nya, aku tahu ada hikmah dibalik semua
ini, semoga kau bahagia bersamanya.
0 comments:
Post a Comment