Friday, September 6, 2013

[Cerpen] Loved You First by @noeranggadila

Loved You First
by: Noer Anggadila

“ONE DIRECTION!!!!”

Itulah suara sorakan yang terdengar di lapangan sepak bola Senior High School Edinburgh, Inggris. Ada apa? Tentunya mereka sedang meneriaki idola mereka yang sedang naik odong-odong, eh maksudnya naik daun itu, One Direction.

Terlihat Zayn, Niall, Harry, Liam, Louis dan para pemain yang lainnya sedang asyik bermain sepak bola. Lapangan itu pun telah menjelma seperti panggung konser. Pagi yang cerah, kicauan burung, dan suasana yang asri, sepertinya mereka juga ikut menikmati tontonan sepak bola gratis itu. Bukan pertandingan, hanya bermain.

Diantara mereka yang bahagia dapat melihat gratis idolanya bermain bola, aja juga yang kelihatannya sedang menderita Harus mengerjakan tugas yang masih belum terselesaikan. Melintasi lapangan sepak bola dengan membawa banyak buku. Gadis itu bernama…

“Vanessa!” panggil seseorang dari kejauhan.

Gadis yang membawa banyak buku itu pun menoleh kesumber suara itu. Ya, namanya Vanessa Alvey Nelson. Dia duduk di kelas 11, atau 2 SMA, sama seperti The Boys yang juga kelas 11.

Guru mana yang tega memberinya tugas seperti itu disaat teman-temannya yang lain sedang bersenang-senang. Tapi mau bagaimana lagi, itulah tugas siswa.

“Giny!” sahut Vanessa berhenti dengan sedikit kesusahan karena harus membawa buku-bukunya itu.

“Jangan lewat sana!” Giny berteriak karena jarak mereka sedikit jauh.
“Kenapa?”
“Agar tidak terkena…”

BRUKK

Belum sempat Giny melanjutkan kata-katanya, sebuah bola nyasar kearah kepala Vanessa. Dan alhasil Vanessa serta buku-buku bawaannya terjatuh karena saking kerasnya lemparan bola itu. Tidak Cuma itu, sepertinya dia pingsan.

Karena kaget, Giny cepat-cepat menghampiri Vanessa yang tergeletak tak berdaya. Perhatian pun tertuju pada Vannesa sekarang, tak terkecuali The Boys.

“Ness, Ness, bangun dong,” kata Giny panik karena melihat sedikit darah di dahi Vanessa.

Sambil menepuk-nepuk kecil pipi Vanessa, para The Boys menghampirinya.

“Apakah dia tidak sadarkan diri?” tanya Liam yang juga kelihatan panik.

Giny tak menjawab, dia hanya memeberi tatapan seperti ingin bilang “Lihat sendiri!”

“Ini gara-gara kau Niall,” sahut Harry yang tiba-tiba menyalahkan Niall.
“Apa? Aku kan tak sengaja. Salah dia juga, jalan gak lihat-lihat,” bantah Niall.
“Kau itu?!” sahut Harry lagi.
“Sudah-sudah, bertengkar tak akan menyelesaikan masalah,” akhirnya Giny angkat bicara.
“Yang jelas, kalian yang salah dan harus tanggung jawab,” kata Giny masih sambil menepuk kecil pipi Vanessa.

The Boys hening seketika.

“Niall, gendong dia,” perintah Harry.
“Kenapa harus aku?” Niall membantah.
“Karena kau yang telah membuat dia seperti ini,” sahut Harry yang masih menyalahkan Niall.
“Tapi aku kan gak sengaja,” sahut Niall yang tak mau kalah.

Di tengah perdebatan itu, tiba-tiba Zayn melangkah kedepan dan langsung menggendong Vanessa yang tak sadarkan diri. Seketika mereka bengong melihat tindakan Zayn yang tiba-tiba, tapi dengan cepat mereka menyusul Zayn menuju UKS sekolah.

Permainan sepak bola pun dilanjutkan, tapi tanpa The Boys. Para penonton pun mulai berhamburan pergi, tapi ada juga yang masih tetap menonton.

***

Di UKS, segera Zayn membaringkan Vanessa dan petugas UKS pun segera menghampiri dan bertanya.

“Ada apa dengan gadis ini,” kata salah satu petugas UKS.
“Kepalanya terkena bola barusan,” jawab Giny.
“Baiklah, dimohon kalian minggir dulu kami akan mengobatinya,” kata petugas UKS itu kemudian.

KRINGGGG!

Bel sokolah berbunyui, menandakan jam pelajaran telah dimulai kembali.

“Niall, kau harus menjaganya,” suruh Louis.
“Ah, tidak-tidak. Itu hanya membuang waktu saja, suruh saja Zayn,” kata Niall cuek tingkat dewa.

The boys tau sikap Niall yang cuek, akhirnya Zayn lah yang menemani Vanessa bersama Giny.

The Boys tapi tampa Zayn akhirnya meninggalkan UKS.

“Maaf, Niall memang begitu,” Zayn membuka pembicaraan.
“Harusnya kau minta maaf pada Vanessa buka aku,” sahut Giny.

TOK TOK TOK

“Giny?” kata seorang gadis yang mengetok pintu tadi.
“Ya, ada apa?” tanya Giny
“Kau disuruh ke uang musik sekarang.”
“Oh, Baiklah. Terimakasih.”

Dan gadis yang berbincang dengan Giny itu pun pergi.

“Aku harus ke ruang musik sekarang, jadi aku titip Vanessa ya?” pinta Giny.
“Ya, aku tahu,” sahut Zayn.

Dan Giny pun langsung pergi.

***

Setelah beberapa menit kemudian, Vanessa mulai siuman.

“Di..di…dimana aku?” katanya sambil menyentuh dahinya yang diperban.

Zany yang sedang asyik bermain dengan iPhonenya sadar dan menghampiri Vanessa.

“Di UKS,” jawab Zayn.
“Zayn? Mana Giny? Kenapa kau di sini? Dan kenapa aku di sini?”
“Hey, apakah kau tak bisa menanyakannya satu-persatu? Kau kan baru siuman,” protes Zayn.
“Iya-iya, tapi dinama Giny?”
“Giny sedang ke ruang musik dan aku yang disuruh menemanimu di sini,” Zayn menjelaskan.
“Terus kenapa aku di UKS?” tanya Vanessa kemudian.
“Kau tadi pingsan karena terkena bola,” kata Zayn jujur.

Lalu, Vanessa ingat apa yang terjadi pada dirinya tadi di lapangan.

“OOOOOO, JADI KAU YANG MELEMPAR BOLA ITU KE ARAH KU?!” geram Vanessa memarahi Zayn.

“Eh, kau jangan asal menuduh,” kata Zayn tak terima.
“Terus, kalau bukan kau siapa?” sahut Vanessa menurunkan volume suaranya.
“Dia hanya tak sengaja melakukannya.”
“Tapi tetap saja dia harus tanggung jawab. Awas saja kalau nanti ketemu, aku cincang dia jadi 99 bagian”, ancam Vanessa.

Zany hanya diam mendengar ocehan Vanessa tadi.

“Siapa sih?” tanya Vanessa masih penasaran.
“Dia-”
“Vanessa!! Kau sudah siuman ternyata,” seru Giny masuk tiba-tiba tanpa mengetok pintu dan berhasil memotong perkataan Zayn.

“Giny, kau itu, kalau masuk ketuk pintu dulu dong. Emang ini gua, asal nyelonong aja?” gerutu Vanessa.

“Iya-iya, maaf deh,” kata Giny sambil menutup pintu dan menghampiri Vanessa yang masih tertidur di atas ranjang UKS.

“Eh, ya sudah, aku tinggal dulu,” pamit Zayn.
“Baiklah, makasih udah mau nemenin Vanessa,” ucap Giny berterimakasih.
“Iya, makasih banyak Zayn,” sahut Vanessa juga berterimakasih. Sepertinya ia lupa untuk menanyakan siapa yang telah melemparkan bola ke arahnya.

***

Keesokan harinya, hari Vanessa pun berjalan seperti biasa. Pergi ke sekolah.

“Hai Ness, udah baikan kepalanya?” Tanya Giny saat menemuinya di dalam kelas.
“Udah kok. Eh kemarin gimana ceritanya aku sampai ke UKS?”
“Oh, itu. Jadi gini, kemarin waktu kamu pingsan, anak-anak pada lihat ke kamu. Terus the Boys datang dan Zayn langsung gendong kamu ke UKS,” Giny menjelaskan.
“Terus Zayn juga yang nungguin aku di UKS?”
“Iya. Awalnya sih Niall, tapi tau sendiri lah, Niall itu anaknya bagaimana”
“Super duper cuek bebek,” jawab Vanessa.
“Yup, 100.”
“Udah tau Niall kayak gitu, tapi kenapa tetap Niall yang disuruh?” tanya Vanessa penasaran
“Karena dia yang udah ngelempar bola ke arah kamu,” terang Giny.

Vanessa diam sejenak, lalu..

“OHHH, JADI DIA YANG UDAH NGELEMPAR BOLA KE ARAHKU KEMARIN?!” Vanessa pun berkata dengan intonasi tinggi.

“Tapi ya gak aku juga yang kena kali,” sahut Giny sedikit kesal.
“Maaf-maaf, lagi kebawa emosi nih.” Lantas Vanessa menggurutu tak jelas.
Tiba-tiba bel masuk berdering dan kelas pun dimulai.

***

Di kantin, waktu istirahat akan segera berakhir. The Boys jalan sambil bercanda. Mereka mau masuk kelas. Dari kelima cowok-cowok ganteng itu, hanya Niall yang berjalan mundur. Seperti biasa, ia keliahatan cuek pada siapapun, karena dia percaya bahwa tak akan ada yang berani menabraknya. Tapi ternyata..

BRUKK

“Aw!” seru Niall dan Vanessa bersamaan.

The Boys dan Giny ikut berhenti berjalan. Setelah itu..

“Kau?!” mereka berdua berkata bersamaan.

Lalu, cepat-cepat mereka berdiri. Tapi sayangnya insiden itu telah menjatuhkan makanan yang tadi dipegang oleh Vanessa.

“Tuh kan, gara-gara kau ini semua terjadi,” protes Vanessa.
“Eh, enak saja nyalahin orang, kamu tuh yang gak lihat-lihat!” Niall membela diri.
“Jelas-jelas kau yang jalan kebelakang, masih tak mau disalahkan.”
“Tapi kau lah yang-” Perkataan Niall terputus ketika Liam melerai.
“Sudah-sudah, kalian ini. Niall kau harusnya minta maaf, karena kau lah yang salah,” ucap Liam membela Vanessa.
“Lho, kenapa bela dia sih?” sahut Niall tak terima.
“Ya, karena memang kau yang jalan gak lihat-lihat,” Louis menambahkan.

Karena merasa dipojokkan, akhirnya Niall pergi meninggalkan mereka.

“Niall, tunggu!” cegah Harry lalu.
“Maaf ya,” ucap Liam pada Vanessa.
“Iya,” Vanessa memaafkan.

Akhirnya the Boys menyusul Niall yang telah pergi dahulu. Dan Giny bersama Vanessa pergi ke kelas mereka. Kelas Giny dan Vanessa berbeda dengan kelas The Boys, hanya sama tingakatannya saja.

***

Bel pulang sekolah berbunyi. Pelajaran selesai.

“Giny, bisakah kau ikut aku ke perpustakaan sekolah sekarang?” Tanya Vanessa sambil merapikan buku-bukunya.

“Oh, maaf Ness, aku gak bisa. Aku harus pulang cepat hari ini, bagaimna?”
“Em, ya sudah gak apa kok. Aku ke sana sendiri aja deh.”
“Oke, aku pulang dulu ya, bye,” Giny berpamitan.

Akhirnya Vanessa ke perpustakaan sendiri. Sebenarnya dia sendiri ingin segera pulang, namun apa daya masih ada tugas yang belum terselesaikan, dan ia ingin segera menyelesaikannya. Sambil menyusuri koridor sekolah, ia membuka iPhonenya untuk  mengirim pesan singkat pada momnya, memberitahukan dirinya akan pulang terlambat hari ini.

Setelah sampai di perpustakaan, ia langsung menuju rak buku yang dibutuhkannya. Keadaaan perpustakaan masih ramai. Ada yang sedang membaca, mengerjakan tugas, bahkan ada yang hanya ingin melihat-lihat.

Saat sedang berjalan pelan sambil berkutat dengan iPhonenya, tiba-tiba ia menabrak orang yang ada di depannya.

BRUKK

“Ops, sorry…” Vanessa meminta maaf.
“Oh, gak apa kok,” sahut orang yang ditabrak Vanessa.

Saat keduanya bertatapan, Vanessa terkejut.

“Zayn..?” dengan suara kecil karena takut kedengeran penjaga perpustakaan.

Tapi Zayn hanya membalas dengan senyuman yang mampu membuat directioners manapun melting.

“Sedang apa kau di sini?” tanya Vanessa konyol.
“Mungkin aku akan membeli makanan jika ini kantin,” gurau Zayn
“Zayn, aku serius…”
“Pertanyaan mu koyol.”
“Terserah lah, kau ini..”
“Kau sendiri,” Zayn berbalik tanya.
“Meminjam buku lah, masak mau membeli makanan kayak kamu.”
“Kalau begitu, kenapa tadi kau menanyakan hal yang sama pada ku?” ucap Zayn sambil menjelajahi sederetan buku.
“Hihihi.., maaf,” sahut Vanessa sambil nyengir.

Setelah itu Zayn meninggalkan Vanessa karena dia telah menemukan buku yang dicarinya. Sedangkan Vanessa masih mencari-cari dan..

“Ini dia bukunya..”, gumam Vanessa lega.

Lalu ia mulai mencari bangku kosong untuk mengerjakan tugasnya. Dilihatnya ke kanan dan ke kiri. Yang tersisa hanyalah bangku di sebelah Zayn. Ternyata Zayn belum pulang, dia kelihatannya sedang sibuk membaca sebuah buku ber-cover hijau lumut dengan judul ber-font besar. Akhirnya Vanessa memutuskan untuk mengambil bangku itu. Saat Vanessa duduk, Zayn tak terganggu sedikit pun, ia masih terus membaca dengan serius. Lalu Vanessa mulai mengerjakan tugasnya.

1, 2, 3 jam dan ini sudah sore tapi kelihatannya Vanessa belum selesai mengerjakan tugasnya. Pengunjung yang berangsur-angsur berkurang dan sekarang hanya tinggal Vanessa dan Zayn. Sepertinya Zayn pun belum mau beranjak dari tempat duduknya.

“Ehm,” petugas perpustakan berdeham dan berhasil memecah konsentrasi Zayn dan Vanessa.
“Perpustakaan akan tutup, jadi mohon untuk segera meninggalkan tempat ini,” terang sang petugas dengan suara beratnya.

Akhirnya mereka berdua membereskan barang-barang dan keluar bersamaan.

“Ah, padahal kurang sidikit lagi,” gerutu Vanessa pada dirinya sendiri.
“Kelihatannya tugasmu banyak sekali,” ujar Zayn tiba-tiba.
“Entahlah, guruku kalau memberi tugas selalu begitu, banyak banget,” jawab Vanessa masih mengeluh.

Zayn hanya bisa tertawa kecil.

“Eh, ngomong-ngomong kau suka membaca juga ya?” tanya Vanessa.
“Tidak juga.”
“Aku kira hanya Liam yang seperti itu.”

Lagi-lagi Zayn hanya tersenyum mendengar pernyataan Vanessa.

“Jadi kau tak pulang bersama The Boys hari ini?”
“Tidak,” jawab Zayn singkat.

Mereka terus berjalan bersama. Sesampainya di lapangan depan sekolah, Zayn berhenti dan berkata,

“Vanessa..”

Merasa namanya dipanggil, Vanessa pun menoleh kearah Zayn.

“Ya?”
“Kau pulang sendiri?” tanya Zayn tiba-tiba.

Vanessa menjawab dengan anggukan.

“Bagaimana kalau aku antar pulang”
“Bukannya kau di jemput?”
“Untuk hari ini aku dibolehkan membawa mobil sendiri,” jelas Zayn.
“Tunggu,  bukannya kau belum bisa menyetir mobil.” Vanessa berkata dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Zayn.

Lalu Zayn merogoh saku celananya dan menunjukkan surat ijin mengemudinya pada Vanessa.

“Emm…., baiklah. Tapi jika terjadi apa-apa kau yang tanggung jawab,” jawab Vanessa menyetujui.
“Oke,” jawab Zayn singkat.

Akhirnya mereka berdua menuju ke tempat parkir mobil sekolah. Setelah itu Zayn pun mengantarkan Vanessa pulang.

Sesampainya di depan rumah Vanessa, mobil Zayn berhenti dan keluarlah mereka berdua.

“Terimakasih atas tumpangannya,” kata Vanessa sambil tersenyum.

Zayn hanya membalas dengan anggukan dan senyuman. Setelah itu mobil Zayn pun pergi.

Saat membuka pintu rumah dan berjalan menuju kamarnya, tiba-tiba ada yang bertanya,

“Diantar siapa?” tanya momnya Vanessa padanya.
“Oh mom, barusan aku diantar Zayn pulang”
“Kok bisa bareng?” tanya momnya Vanessa penuh selidik.
“Tadi tuh kebetulan bareng, terus ditawarin tumpangan gratis dan akhirnya ku mau,” jawab Vanessa jujur.
“Oh..” sahut momnya singkat.
“Kenapa mom bertanya seperti itu?” tanya Vanessa balik.
“Tidak, hanya ingin tahu saja.”
“Hahaha, mom kepo deh,” kata Vanessa sambil menuju kamarnya yang ada di lantai dua.

***

Saat istirahat ditaman sekolah.

“Eh, kenapa kau tak membalas pesanku tadi malam,” tanya Giny yang sedang duduk bersama Vanessa di bangku taman.
“Oh, maaf. Sepertinya aku sudah tidur,” jawab Vanessa sambil tersenyum.
“Kecapekan lagi ya?”
“Hehehe, bener,” Vanessa menjawab sambil nyengir.
“Kebiasaan deh, udah aku bilangin berulang kali. Jangan paksa dirimu, kalau sakit jadi susah kan?” nasehat Giny.
“Iya-iya, kamu kayak mom aku deh”
“Kamunya sih…”  Timpal Giny sambil menyenggol bahu Vanessa.

Lalu mereka berdua bersenda-gurau bersama.

Ditempat lain, terlihat seorang cowok sedang membaca sebuah buku seperti novel di sebuah bangku taman di sisi taman yang lain. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh empat orang siswa laki-laki, seumurannya.

“Hai, serius amat,” ujar salah seorang dari mereka sambil menyentuh bahunya.

Merasa kaget, cowok yang barusan sedang membaca, akhirnya reflek melihat ke arah suara yang mengagetkannya.

“Oh, kalian rupanya, ” sahut sang cowok.
“Kemana saja kau Zayn, kita dicari untuk segera berkumpul di ruang musik,” timpal salah seorang yang lain.

Akhirnya mereka berlima yang tak lain dan tak bukan adalah One Direction meninggalkan taman dan menuju ke ruang musik.

Sesampainya disana, ternyata mereka telah ditunggu oleh seorang guru perempuan, rambut hitam panjang, berkulit putih dan berkaca mata.

“Akhirnya kalian datang juga,” ucap si guru itu.
“Memang ada apa bu?” tanya Liam to the point.
“Rupanya kalian tidak sabar ya? Baiklah langsung saja” Guru itu berhenti sejenak lalu melanjutkan.
“Sabtu depan kita akan mengadakan acara tahunan sekolah, jadi kalian diminta untuk ikut mengisinya,” guru itu menjelaskan.

The Boys pun hening sejenak, berpandangan satu sama lain.

“Dan tentunya kami dari pihak sekolah sudah membicarakan ini dengan produser kalian, dan hasilnya dia menyetujuinya,” ujarnya.
“Baiklah kalau begitu, mulai kapan kami berlatih?” tanya Louis.
“Pulang sekolah,” jawab guru itu senang.

Setelah sidikit berbincang, mereka pun kembali ke kelas karena sudah waktunya pelajaran dimulai.

***

Seperti yang telah diisampaikan tadi, sepulang sekolah The Boys langsung menuju ke hall indoor sekolah. Ternyata disana juga ada banyak anak yang ikut mengisi acara tahunan sekolah, salah satunya adalah Vanessa dan Giny. Karena sudah biasa, tak ada siswa yang mengerubungi The Boys, jadi mereka tak perlu repot-repot bersembunyi.

Kemudian, ketua penyelenggara menyuruh semua pengisi acara untuk berkumpul. Setelah itu ia mengabsen satu-persatu siswa. Ia juga menjelaskan sedikit tentang apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pengisi acara. Setelah dirasa cukup, mereka bubar dan langsung melakukan latihan sesuai bagiannya.

“Hey, kalian juga ikut mengisi acara ini?” sapa Liam saat mengetahui kehadiran Giny dan Vanessa.
“Iya,” jawab Giny.
“Kalian akan menampilkan apa nanti?” tanya Harry kemudian.
“Kita akan menjadi pemandu acaranya,” terang Vanessa.
“Hah, kau? Memangnya apa yang bisa kau lakukan?”, ejek Niall.

Vanessa yang semulai tersenyum, tiba-tiba luntur begitu saja karena ejekan Niall.

“Memang kenapa? Asal kau tau saja ini bukan acaramu dan kau tak berhak menilai orang seenaknya,” protes Vanessa.
“Terserah dong, mulut-mulut siapa?” tambah Niall.
“Kau itu!”, geram Vanessa kesal.

Lalu dia segera meninggalkan Niall dan kawan-kawan. Giny yang kaget, segera menyusul Vanessa. Tapi The Boys sekarang hanya diam memandang Niall sedikit kesal.
“Kau itu, gak ada berhenti-hentinya ganggu dia? Ada apa sih denganmu?” Zayn angkat bicara.
“Hey, kenapa kau yang emosi Zayn?” Niall merespon.
“Kau itu yang kenapa?”, Zayn berkata dengan sedikit emosi.
“Eh, sudah-sudah. Tadi Vanessa, sekarang Zayn. Niall apakah kau tak bisa mengurangi rasa usilmu itu?” Liam menengahi.
“Atau jangan-jangan kau suka ya pada Vanessa?” celetuk harry tiba-tiba.
“Ha?! Tidak-tidak. Siapa lagi yang suka dia”, jawab Niall cepat.
“Yang benar?”, tambah Louis.
“Be..be…bener kok, apaan sih kalian itu,” jawab Niall agak gugup.

Sebenarnya hatinya sedikit menolak untuk mengatakan itu. Dirinya sendiri pun tak mengerti apa yang ia rasakan sekarang, apakah benar dia suka pada Vanessa?

“Atau jangan-jangan Zayn lagi yang suka….?” ejek Harry.
“Zayn, kau suka padanya?”, tambah Liam.

Zayn hanya diam, tiba-tiba meraka dipanggil oleh guru musik yang mereka temui di ruang musik. Waktunya mereka berlatih. Tapi hati Zayn masih meributkan soal tadi. Dirinya juga tak tau, kenapa dia marah saat Niall membuat kesal Vanessa. Sebenarnya dia sudah memikirkan perasaan ini sejak di UKS beberapa hari yang lalu. Zayn merasa ada yang aneh ketika dekat dengan Vanessa. Dia merasakan sesuatu yang berbeda, mungkin senang, bahagia, atau bahkan semacamnya. Ia tak dapat menjelaskan apa, tapi setiap dirinya dekat dengan Vanessa, ia meresa lebih tenang.

***

Akhirnya, acara tahunan sekolah pun dimulai bebrapa jam lagi. Acaranya diselenggarakan malam hari. Sekolah pun dihiasi oleh lampu-lampu yang indah.

“Acara akan dimulai beberapa menit lagi. Giny, dimana Vanessa?” Tanya sang ketua penyelenggara.
“Eh, iya sebentar lagi dia akan datang,” jawab Giny tak yakin.

Memang dirinya tak bersama Vanessa, karena Vanessa menyuruhnya berangkat dulu. Setelah 5 menit akhirnya Vanessa pun datang.

“Akhirnya kau datang juga”, sambut Giny lega.

Vanessa hanya tersenyum. Penampilannya malam ini sangant memukau. Dengan lond dress berwarna karamel yang anggun. Dan dipadukan dengan paras Vanessa yang cantik.

Beautiful,bisik Giny ketika memasuki panggung.

Acarapun berjalan lancar, aman dan terkendali. Sekarang para pengisi acara berkumpul di backstage.

“Hei Vanessa,” sapa sesorang dari belakang.

Vanessa yang sedang berbincang dengan Giny, reflek memutar badannya. Dan ternyata itu Zayn.

“Oh Zayn, penampilan kalian bagus tadi, teruma kau,” puji Vanessa.
“Tidak, aku biasa saja.”
“Ehm, sepertinya aku harus pergi sekarang, dah..” pamit Giny.
“Eh, mau kenama?” Vanessa menyahuti.
“Tak mau mengganggu,” jawabnya sambil benjauh.

Zayn dan Vanessa sedikit tersipu malu. Tapi segera mereka berbincang kembali. Memang akhir-akhir ini mereka berdua sering bersama, tepatnya sejak ada latihan untuk acara ini. Kadang pulang bareng, ke perpustakaan bareng, bahkan Zayn pernah menemani Vanessa membeli buku dan sekalian jalan-jalan. Rupanya itu telah menguatkan rasanya pada Vanessa. Setelah dirasa cukup, Zayn pun mengantarkan Vanessa pulang.

Di tempat lain, The Boys sedang menuju parkiran mobil untuk pulang juga. Di dalam mobil mereka semua menghela nafas bersama, karena merasa lelah sekali.

“Akhirnya, berakhir juga latiha yang melelahkan itu,” Louis membuka percakapan.
“Eh, Zayn keme\ana?” tanya Harry.
“Dia tadi bawa mobil sendiri,” jawab Liam.
“Oh iya, aku lupa. Eh ngomong-ngomong kenapa ya dia sering bawa mobil sendiri, padahal dulu dia yang paling males suruh latiha nyetir mobil,” Tanya Harry lagi.
“Sepertinya dia mulai tertarik pada seseorang,” sahut Louis.
“Siapa?” Niall tiba-tiba angkat bicara.
“Siapa lagi kalau bukan orang yang sering kau buat kesal,” ujar Liam.
“Vanessa maksudmu?” ujar Niall.

Semuanya hanya mengangguk. Lalu mereka sibuk dengan dirinya sendiri, mungkin karena kelelahan. Tapi Niall merasa sedikit aneh ketika berbicara menyangkut Vanessa dan Zayn. Dia merasa ada yang janggal, seperti ada bagian hatinya tidak setuju kalau ternyata Zayn dekat dengan Vanessa. Dan rasa itu datang setelah tau Zayn sering bersama Vanessa akhir-akhir ini. Dia merasa iri atau sakit hati? Ia sendiri tak dapat menentukannya. Akhirnya Niall kalut dalam perasaan yang tak menentu itu.

***

Tak seperti biasanya, Zayn kelihatan sangat bahagia. Dari cara berjalannya, sepertinya dia ingin menemui seseorang. Seperti yang telah ia pikirkan matang-matang beberapa hari terakhir ini, akhirnya hati lah yang berkata. Rupanya Zayn telah memutuskan untuk menyatakan perasaannya selama ini kepada Vanessa. Meskipun awalnya agak gugup, tetapi dia telah membulatkan tekadnya dan meyakinkan dirinya bahwa inilah waktunya.

Tapi saat melintasi ruang musik, jalannya terhenti oleh apa yang ia tak sengaja lihat dalam ruangan itu. Dan sepertinya, ia mengenali siapa mereka berdua. Kemudian ia mendekat ke jendela yang sedikit terbuka. Awalnya dia menolak, tapi hatinya tidak. Ternyata tebakannya benar, mereka yang di dalam adalah Niall dan Vanessa. Sepertinya mereka terlihat berbincang. Dan akhirnya Zayn berhasil mendengar percakapan mereka.

“Kenapa kau memanggilku? Maaf, aku tak punya waktu untuk berdebat denganmu,” ujar Vanessa sambil mengambil tas yang diletakkan dilantai dan beranjak pergi.

Tapi Niall segera menahannya dan berkata, “Tunggu, aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu,” Niall menjelaskan.

Vanessa pun berhenti melangkah dan keheningan terjadi sejenak. “Tak biasanya ia kelihatan seserius ini denganku?” gumam Vanessa. Ia pun berbalik menghadap Niall.

“Apa?” tanya Vanessa.
“A..a..apakah benar, kau dan Zayn berpacaran?” Niall bertanya sedikit gugup.

Vanessa diam seketika, lalu tiba-tiba tawanya meledak.

“HAHAHAHAHAHAHA, pertanyaan macam apa itu? dan kenapa tatapanmu seserius itu. Kau lucu, HAHAHAHA.”
“Aku serius Ness.”
“Oke-oke, tapi mengapa kau bertanya seperti itu padaku”
“Tidak, aku hanya ingin tau saja,” ujar Niall sabil menggaruk tengkuknya.
“Aku memang dekat dengannya”

Setelah mendengar pernyataan itu, Zayn merasa ingin cepat-cepat menemui Vanessa. Tapi dirinya tak ingin terburu-buru. Lalu ia melanjutkan mendengarkannya.

Dengan raut muka sedikit menyesal, Niall berkata lagi,

“Jadi itu benar, kau..kau..kau berpacaran dengannya?” Tanya Niall dengan sedikit lesu.
“Aku dan dia memang dekat, aku sayang padanya,” tutur Vanessa.

Sepertinya Niall tak semangat lagi mendengarkan penjelasan Vanessa. Tapi hatinya tetap memaksa untuk bertanya.

“Apakah kau benar-benar menyayanginya?”
“Kenapa kau bertanya seperti itu, jangan-jangan kau….cemburu ya?”
“Eh, tidak-tidak,” jawab Niall menghela, padahal jelas-jelas hatinya cemburu.
“Aku memang menyayangi Zayn. Karena aku telah menganggapnya sebangai……..” Vanessa berhenti sejenak, memandang lurus kedepan.

Niall merasa tidak ingin mendengarkan penjelasan yang mungkin akan menyakitkan hatinya. Tapi ia memaksakan meskipun menyakitkan. Sedangkan Zayn disana semakin penasaran dengan penjelasan Vanessa, apakah dia benar-benar merasakan apa yang Zayn rasakan.

“Sebagai….kakakku,” ujar Vanessa melanjutkan.

Niall dan Zayn seketika kaget mendengar pengakuan yang tiba-tiba itu. Lutut Zayn terasa lemas seketika, serasa tak kuat lagi menopang tubuhnya. Ia merasakan sesuatu yang membuatnya sakit di hatinya. Ia tak tau pasti, tapi yang jelas sakit rasanya. Tubuhnya ingin segera pergi dari tempat itu, tapi jiwanya masih ingin mendengarkan lebih jauh lagi.

            Sedangkan Niall, ia merasa bahagia. Terlihat dari raut mukanya yang berubah yang awalnya muram jadi tersenyum. Rupanya ia punya suatu rencana. Ketika Vanessa hendak mau beranjak meninggalkan ruang musik itu, tangannya ditahan oleh Niall.

“Tunggu,” katanya sambil meraih tangan Vanessa.

Secara reflek, Vanessa berbalik dan berkata. “Apa lagi?”

“Sebenarnya aku,” ujar Niall sedikit gugup.

Vanessa mengangkat satu alisnya, tanda tak mengerti.

“Sebenarnya aku menyukaimu,” ucap Niall mengakui perasaannya selama ini.

Vanessa pun kaget mendengar penuturan Niall yang frontal itu.

“APA? Aku gak salah dengar nih?”

Niall hanya mengannguk pelan sambil menggaruk tengkuknya.

Are you kidding me?” tanya Vanessa masih tak percaya.
No, I am serious,” sahut Niall mantap.

Raut muka Vanessa berubah seketika, dengan sedikit muram ia berkata.

“Aku, aku gak bisa,”

Niall yang mendengarnya merasa kaget, sangat kaget. Tak percaya rasanya.

“Aku, aku tak bisa menolaknya.”

DEG

Dan lagi-lagi pernyataan Vanessa membuat Niall dan Zayn kaget. Akhirnya Zayn memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Ia tak kuat lagi untuk menerima kenyataan, bahwa Vanessa memilih Niall.

“HAH? BENARKAH,” seru Niall yang kaget sekaligus bangga, lalu ia memeluk Vanessa. Tapi segera Vanessa berdeham.
“Ehm”
“Oh, maaf.” Lalu Niall segera melepaskan pelukannya.
“Aku antar pulang ya?”
Vanessa hanya menjawab dengan anggukan setuju. Akhirnya mereka berdua pulang bersama.

***

Pandangannya hanya tertuju ke jendela di sampingnya itu. Dengan ditemani oleh secangkir teh hangat dan alunan musik mellow yang diputar dari radio kafe. Zayn hanya bisa merenungi dirinya sendiri. Zayn kalut dalam perasaannya yang sedang berkecamuk. Memorinya memutar ulang kejadian yang tak ingin ia tahu lagi.

“But now when I see you with him
My whole world falls apart”

Sekarang hanya ada perasaan menyesal. Ingin marah, tapi tak tau harus marah pada siapa. Semuanya terjadi begitu saja. Tak ada yang bisa menyalahkan. Terima atau tidak, ini lah cinta.

“Because I've been waiting
All this time to finally say it
But now I see your heart's been taken
And nothing could be worse
Baby I loved you first
Had my chances
Could have been where he is standing
That's what hurts the most
Girl I get so close but now you'll never know
Baby I loved you first”

The End.




P.S : Ini salah satu karya aku (pertama kali di publikasikan), makasih banyak buat yang baca :D, mungkin kalau ada saran, atau kritik, atau apalah, monggo di komen saja. Aku minta maaf kalau ada salah-salah kata/kata-kata yang tidak berkenan/menyingung perasaan/kesamaan nama tokoh dalam cerpen ini. Sekali lagi Big Thank's to the readers! but remember, don't copy the story without the author name, ok? XD ;D
 

Keep Moving! Template by Ipietoon Cute Blog Design